Hampir satu tahun sudah saya tidak produktif menulis lagi,
bahkan kuantitas bacaan pun jauh berkurang.. Ini disebabkan saya yang tak
pandai mengendalikan diri dalam menggunakan media sosial.., terutama aplikasi
dan fiturnya yang terus berkembang sehingga seakan candu untuk dinikmati.
Kemajuan teknologi digital telah memberi kita banyak
kemudahan dan kenyamanan, dengan hanya beberapa sentuhan di smartphone kita
dapat melakukan banyak hal dari mulai bersosialisasi hingga bertransaksi tanpa
beranjak dr tempat.
Oleh karena itu, bagi banyak orang tentu teknologi dan media
sosial menguntungkan.
Tapi benarkah hal ini membuat kita bahagia dan manusiawi..?
Derasnya informasi dalam genggaman membuat kita
makin berpengetahuan dan bijak dalam bersikap dan bertindak..?
Dengan waktu luang yg disediakan oleh kemudahan membuat kita
makin berkualitas sehingga hidup kita lebih bermakna.?
Tidakkah pertanyaan ini pernah terlintas di benak kita..?
Yang jelas, teknologi dan media sosial telah merubah kita.
Setidaknya ada anggaran tertentu untuk ini. Mulai dari layanan
internet hingga kualitas smartphone..
Mungkin anggaran yang dikeluarkan tidak sebesar kerugian kita
akibat dampak negatif nya yaitu “kecanduan”
Dengan adannya layanan wifi dan powerbank semakin dapat
memenuhi rasa kecanduan tersebut..
Hal inilah yang membuat kecanduan smartphone bukan tanpa
sengaja tetapi “by design”. Seperti aplikasi yang banyak digunakan yaitu; game,
belanja online dan media sosial. Perusahaan-perusahaan ini rela mengeluarkan
dana yg besar untuk meriset perilaku konsumen. Mereka berusaha untuk mengikat
konsumen agar sesering mungkin mengakses aplikasi mereka.. Kecanduan lah yang
menjadi hasilnya.
Banyak
orang teralihkan perhatian mereka seketika. Waktu luang lebih
banyak yang dibebaskan oleh kemudahan teknologi dihabiskan untuk perhatian-perhatian
yang kurang berkualitas, bahkan dari soal konkrit didepan mata.
Belum lagi dampak psikologis yang dihasilkan, perkembangan
mental dan emosi dari kecanduan ini yang jauh lebih dalam.
Taukah kawan, para inovator dunia digital lebih banyak
memasukan anak-anaknya di sekolah tanpa smartphone utk menghindari dampak
negatif kecanduan. Bahkan Justin
Rosenstein, salah satu perancang Gchat dan penemu tombol “like” di Facebook,
mengharamkan Snapchat untuk dirinya sendiri, menyebutnya serupa dengan heroin..
Benarkah
serupa dengan heroin…?
Jika
kita mau lebih terbuka, media sosial langsung ataupun tidak menciptakan
impian-impian penggunanya.. Ada kebahagiaan imajenasi yang ditawarkan,
kepalsuan diri dan kepopuleran..
Kita
suka mengabadikan hal-hal di dunia maya ini. Bahkan bisa memunculkan karakter
yang bukan diri sendiri, menjadi orang lain, dan menikmati karakter di media
sosial ketimbang dunia nyata.. Lebih menyukai ‘terlihat bahagia’ ketimbang
bahagia sesungguhnya,.. lebih percaya dengan opini pemerhati ketimbang keyakinan diri...... Hingga kehilangan diri..
Bukankah
heroin juga berdampak kehilangan diri..?
Mungkin
kita tak merasa sampai sejauh itu, toh masih jujur-jujur saja dalam mengabdikan
atau memberikan informasi. Tak berpengaruh seberapa banyak "like" atau "viewer". Tapi sadarkah kita bahwa media ini telah meresap
serpihan perhatian kita terus menerus, sehingga mempengaruhi cara berfikir dan
bertindak tanpa kita sadari.. tak menyadari bahwa kita seperti daun yang
terjatuh di aliran air… bergerak, tapi sejatinya diam. Karena yang bergerak itu
adalah airnya..
Kawan.., banyak teknologi baru diciptakan untuk kemaslahatan manusia, tapi sepanjang sejarah kita juga menyaksikan banyak efek samping yang tidak dihendaki. Kendalikan dan kuasailah teknologi tanpa mengikis diri.., sehingga kita tetap menjadi manusia seutuhnya...